Senin, 29 April 2013

LIHAT AGAMA CALON PASANGAN

NIKAH


    Sering terdengar Orang-orang yang berpacaran dan melakukan penjajakan selama bertahun-tahun, bahkan sebagian tinggal serumah tanpa ikatan. Suatu saat mereka kemudian siap menikah, namun rumah tangganya terbukti hanya mampu bertahan dalam hitungan bulan. Sekali lagi, mengapa?

    Hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpesan agar mengutamakan faktor agama dan keshalihan dalam memilih calon suami/istri. Diantara empat faktor yang biasanya melatari pilihan seseorang, yaitu kecantikan/ketampanan, kekayaan, status sosial, dan agama, beliau menyarankan untuk mengedepankan sisi agama, agar kita beruntung.

    Seseorang berkonsultasi kepada al-Hasan al-Bashri, Saya memiliki seorang anak gadis, dan ia sudah dilamar orang. Kepada siapa saya harus menikahkannya? Maka, beliau pun menjawab, Nikahkan dia dengan orang yang bertakwa kepada Allah. Jika orang itu mencintai putrimu, ia akan memuliakannya; dan jika ia membencinya, ia tidak akan menzhaliminya.

    Jadi, inilah rahasianya: perlakuan yang layak, pergaulan yang menyenangkan, dan kehidupan yang tenang. Bukankah semua itu yang paling dirindukan oleh setiap orang, sehingga ia berharap suatu saat bisa berkata: rumahku adalah surgaku ?

    Nasehat al-Hasan diatas bisa juga dimaknai bahwa agama dan ketakwaan bukan hanya nama dan kualifikasi akademis; namun perilaku dan tindak-tanduk. Walau pun seseorang sangat mahir ilmu-ilmu agama, namun jika perilakunya tidak mencerminkan orang berilmu (apalagi orang beragama), sebenarnya dia termasuk orang bodoh dan belum beragama. 

    Menurut Islam, ilmu dipelajari untuk diamalkan, mengubah perilaku, dan diambil manfaatnya sehingga memberi kontribusi positif kepada kehidupan, bukan hanya untuk dipamerkan dan dibangga-banggakan.

    Al-Hasan al-Bashri berkata, Dulu, bila seseorang telah mempelajari satu bab dari ilmu, maka tidak lama kemudian (pengaruhnya) bisa dilihat pada kekhusyuannya, matanya, lisannya, tangannya, kezuhudannya, keshalihannya, dan seluruh tubuhnya. Jika seseorang telah benar-benar mengkaji satu bab ilmu (seperti itu), sungguh itu lebih baik dibanding dunia dan seisinya. (Riwayat Ibnu Batthah dalam Ibthalul Hiyal).

    Bukan lagi seorang yang terlihat alim namun masih pacaran, amal shaleh akan nampak kepada pengamalannya dengan nilai Islam pada kehidupan sehari-hari, ia faham pacaran lebih banyak mudharat bahkan mendekati zina sebagai seburuk-buruknya jalan. Islam yang nampak pada seseorang akan menyeluruh bukan sebagian apalagi mengikuti trend budaya barat, yang kebanyakan bertentangan dengan Agama, mengkaburkan nilai-nilai Islam dengan alasan trend, kebutuhan, dsb. Padahal ini hanya ujian kecil dalam ketaatan, yang harus dilalui sebagai kebaikan dalam hidup seseorang.

    Iman adalah cinta dan pembuktiannya, hidupnya akan cenderung mengarah kepada agama, dan dakwah. Dirinya tidak akan membiarkan pelanggaran, karena iman dan ilmunya menjaganya, serta terus memohon kepada Allah SWT agar hatinya terpimpin dalam taqwa.

Tidak ada komentar: