Senin, 29 April 2013

WASPADA PENANGGUHAN AZAB ATAU ISTIDRAJ

 KEHIDUPAN


    Seseorang mungkin dengan mudah bisa lepas dari hukum manusia atau hukum dunia. Tetapi, ia tidak akan bisa menghindar sama sekali dari hukum Allah di akhirat kelak. Ia tidak akan dapat meminta penangguhan sedikit pun, karena ia telah diberikan penangguhan itu di dunia, namun ia tidak memanfaatkannya. Sesungguhnya Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui akan keadaan hamba-hamba-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari Allah. Maka, janganlah seseorang yang berbuat dosa tetapi belum mendapat azab atas perbuatannya menyangka bahwa Allah tidak tahu atau tidak murka dengan perbuatannya. Jika ia berpikiran demikian, sungguh ia telah tertipu oleh kebodohannya sendiri. Sesungghnya azab dunia itu jauh lebih ringan daripada azab akhirat. Azab akhirat jauh lebih berat dan lebih pedih di luar yang dapat dibayangkan manusia.

    Allah SWT telah berfirman, "Dan kalau sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan yang mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi ini satu makhluk melata pun, akan tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang telah ditentukan. Maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya." (Faathir: 45)

    Bayangkanlah, betapa panasnya lahar yang mengalir dari letusan gunung berapi. Kemudian, bayangkan bahwa Anda berada di dalam lahar itu. Nah, ketahuilah bahwa panas dunia ini hanyalah satu bagian dari tujuh puluh panas neraka. Bisakah kita membayangkan pedihnya disiksa dengan api yang lebih panas tujuh puluh kali dari api dunia ini? Sungguh kepedihan yang tak terperikan.

   Maka, sungguh beruntunglah orang yang memanfaatkan kesempatan taubat yang diberikan Allah. Dan, merugilah orang yang diberi kesempatan tetapi tidak memanfaatkannya. Penyesalan di akhirat nanti tidak akan berguna sedikit pun. Penyesalan di dunia adalah suatu awal yang baik untuk kembali ke jalan Allah dan meraih ampunan-Nya.

    Dari Ubah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ تَعَالى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ

   “Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah.”

   Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah,

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

   “Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)
(HR. Ahmad, no.17349, Thabrani dalam Al-Kabir, no.913, dan disahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah, no. 414).

    Istidraj secara bahasa diambil dari kata da-ra-ja (Arab: درج ) yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya. Sementara istidraj dari Allah kepada hamba dipahami sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung. Allah biarkan orang ini dan tidak disegerakan adzabnya. Allah berfirman,

سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ

   “Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui.” (QS. Al-Qalam: 44)

   Semua tindakan maksiat yang Allah balas dengan nikmat, dan Allah membuat dia lupa untuk beristighfar, sehingga dia semakin dekat dengan adzab sedikit demi sedikit, selanjutnya Allah berikan semua hukumannya, itulah istidraj

Tidak ada komentar: